Ideanews.co, Samarinda – Di Kalimantan Timur, ada tambang yang seharusnya sudah mati. Izin habis, perusahaan pailit, dan area operasional dicabut negara. Di atas dokumen, semuanya selesai. Namun di lapangan, alat berat justru bersorak, jetty kembali mengepul, dan batu bara bergerak tanpa malu-malu. Seperti zombie industri: mati di atas kertas, hidup di lapangan.
Di tengah raungan mesin itu, satu nama yang kembali muncul dan menciptakan gema yang sama: Asun.
Hidupnya Tambang Mati
Eks IUP OP PT Bina Mitra Sumber Artha (BMSA) seharusnya menjadi monumen kesalahan perizinan. Tetapi justru berubah menjadi panggung kesombongan. Aktivitas ilegal berjalan terang-terangan, sistematis, terorganisir. Seolah undang-undang hanya untuk rakyat kecil, bukan untuk kapal di sungai Mahakam.
Warga cuma bisa menatap: bagaimana perusahaan pailit bisa bangkit, lengkap dengan jetty yang kembali menelan jutaan ton batu bara?
Jawabannya sederhana: ada yang kebal.
Aktor Utama di Balik Tirai
Nama Asun tidak pernah jauh dari dugaan pertambangan ilegal. Sementara Kejaksaan Agung menelisik dugaan pencucian uang Rp 1,7 triliun, tambang di lapangan terus bergulir seperti tak pernah terusik.
Ia disebut bukan hanya investor. Ia mengendalikan jetty urat nadi distribusi batu bara. Satu jetty berarti kendali:
-
tonase,
-
kapal,
-
fee lahan,
-
dan aliran uang gelap.
Setelah jetty dikuasai, hukum hanyalah formalitas.
Preman Berkulit Penambang
Tak berhenti di situ. Nama YP disebut sebagai figur intimidasi. Premanisme bertransformasi menjadi “pengamanan”. Warga yang menolak aktivitas tambang dilaporkan mendapat tekanan. Suara protes tenggelam bersama suara mesin. (Sumber : Lambe Turah)
Jika masyarakat melawan, mereka didiamkan. Jika wartawan bertanya, mereka ditakutkan.
Setoran Gelap yang Menggila
Lapangan menyebut skema rente:
-
Fee lahan: Rp 50.000/ton
-
Fee jetty: Rp 95.000/ton
Sekilas kecil. Di balik skala ratusan ribu ton, uangnya mencengangkan. Mengalir deras ke jaringan kecil, bukan ke kas negara, bukan ke rakyat, bukan ke pembangunan.
Sementara masyarakat hanya kebagian:
-
debu,
-
jalan hancur,
-
banjir,
-
dan intimidasi.
Lembaga Negara di Sorotan
Pertanyaan paling pedas muncul dari aktivis lingkungan. Ketua KPA Hijau, Ridho, menggugat: bagaimana kapal batu bara ilegal bisa mendapat izin berlayar?
Izin berlayar tidak keluar dari pintu belakang. Itu terbit dari KSOP institusi resmi.
Jika kapal ilegal bisa pergi dengan dokumen legal,
ada yang membuka pintu.
Tiga Tahun Pembiaran
Selama hampir tiga tahun, aktivitas ini berjalan. Bukan sembunyi-sembunyi. Bukan sporadis. Tapi seperti proyek legal.
-
ada jetty aktif,
-
ada kapal keluar masuk,
-
ada truk berseliweran,
-
ada transaksi fee.
Dan yang paling membuat publik mual:
aparat tahu.
Negara Kalah di Sungai Sendiri
Regulasi batu bara adalah salah satu yang paling ketat. Semuanya terdata:
-
tonase,
-
kapal,
-
dokumen perairan,
-
manifest.
Tetapi entah kenapa, kasus ini melenggang seperti parade kebal hukum.
Kalau negara tidak bisa mengontrol sungai sendiri,
lalu siapa yang jadi raja?
Koridor Gelap yang Menjadi Kerajaan
Dalam dunia tambang ilegal di Kaltim, masyarakat mengenal julukan Raja Koridor. Ia disebut menguasai jalur gelap distribusi batu bara dari hulu ke hilir. Ketika jetty berada dalam genggaman, koridor menjadi kerajaan.
Dan setua cerita ini, nama Asun selalu muncul di panggung tengah.
Ujungnya: Kekebalan
Dalam logika publik, ada hanya dua kemungkinan:
-
Negara tidak mampu.
-
Negara pura-pura tidak mampu.
Keduanya memalukan.
Ketika Undang-Undang Jadi Ornamen
UU Minerba menegaskan:
-
kapal ilegal tidak boleh berlayar,
-
jetty ilegal harus ditutup,
-
perusahaan tanpa izin harus dihentikan.
Tetapi semuanya berjalan seolah aturan hanyalah dekorasi pidato.
Pertanyaan Terakhir yang Menggantung di Mahakam
Jika izin habis bisa beroperasi,
jika pailit bisa bangkit,
jika kapal ilegal bisa berlayar,
jika warga dikunci mulutnya,
jika jetty dikendalikan jaringan,
maka apa yang sedang terjadi sebenarnya?
Ini bukan sekadar tambang ilegal.
Ini ekosistem kebal hukum dengan benteng preman, rente, dan jaringan birokrasi.
Dan di tengah lingkaran itu,
nama yang terus bergaung adalah:
Asun King Illegal Mining Kaltim.
(Sumber : Lambe Turah, liranews.com, hariankaltim)









