Ideanews.co, Samarinda – Kasus dugaan tambang ilegal yang menyeret nama pengusaha Sugianto alias Asun terus menjadi sorotan publik di Kalimantan Timur.
Di tengah proses penyelidikan yang dilakukan oleh Kejaksaan Agung, Ketua Komunitas Pencinta Alam (KPA) Hijau, Ridho, mempertanyakan lemahnya pengawasan dari otoritas pelabuhan, khususnya Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP).
Menurut Ridho, meskipun Kejagung telah mengeluarkan Surat Perintah Penyelidikan Nomor Prin-19A/F.1.04/2024 sejak April 2024 untuk menelusuri praktik tambang ilegal di Kaltim, aktivitas pengangkutan batubara dari sumber yang diduga ilegal justru masih berjalan seperti biasa.
“Yang jadi pertanyaan publik sekarang, bagaimana mungkin kapal pengangkut batubara dari tambang ilegal seperti jaringan Asun bisa tetap mendapat izin lepas tali atau berlayar? Apakah dokumen keberangkatannya benar-benar diverifikasi oleh KSOP?” tegas Ridho kepada wartawan, Senin (27/10/2025).
Ridho menilai ada celah serius dalam sistem verifikasi KSOP, yang seharusnya memastikan legalitas asal muatan, bukan sekadar memeriksa kelengkapan administratif seperti manifest dan surat muatan kapal.
“Kalau batubaranya berasal dari tambang ilegal, artinya dokumen asalnya palsu atau fiktif. Tapi kalau izin pelayaran tetap keluar, maka bisa jadi ada kelalaian atau penyalahgunaan wewenang,” ujarnya.
Ia menduga lemahnya koordinasi antarinstansi menjadi salah satu penyebab masih beredarnya batubara ilegal dari wilayah tambang yang terkait dengan jaringan Asun.
“Kinerja KSOP kita pertanyakan, kalau ada kelalaian bahkan tanda kutip bermain, pengawasan jadi tumpul, dan tambang ilegal terus merajalela,” tambahnya.
Kasus Sugianto alias Asun sendiri saat ini tengah ditangani oleh penyidik Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus). Ia disebut sebagai salah satu gembong tambang ilegal di Kaltim yang beroperasi bersama seorang warga negara India bernama Sanjai Gattani.
Keduanya diduga menjual batubara ilegal hingga mencapai 750 ribu metrik ton (MT) melalui 11 kapal mother vessel.
Sejumlah laporan media juga menyebut adanya dugaan keterlibatan oknum aparat dan pihak institusi tertentu dalam melindungi aktivitas Asun, meski kasusnya tengah disidik Kejagung.
Ridho pun mendesak pemerintah pusat untuk turun langsung mengaudit seluruh izin pelayaran kapal batubara di Kalimantan Timur. Ia menyebut audit itu penting untuk mengungkap sejauh mana jaringan tambang ilegal memanfaatkan celah administratif di pelabuhan
“Kalau kapal-kapal dalam jaringan Asun bisa keluar dari pelabuhan resmi, berarti ada sistem yang rusak. Negara bisa rugi triliunan rupiah dari praktik semacam ini,” pungkas Ridho.
Hingga kini, Kejaksaan Agung belum mengumumkan tersangka dalam kasus tersebut, meski proses penyelidikan sudah berlangsung sejak awal April 2024. (Tim Redaksi)









