Kemenangan Pokja Pesisir: Langkah Awal Keadilan Ruang bagi Nelayan Balikpapan

Nelayan Balikpapan aksi tuntut pembatalan keputusan Menteri Perhubungan. (Ist)

Ideanews.co, Jakarta, 14 Maret 2025 – Harapan nelayan Balikpapan untuk mendapatkan kembali ruang tangkap mereka akhirnya terwujud. Kelompok Kerja Pesisir (Pokja Pesisir) berhasil memenangkan gugatan terhadap Menteri Perhubungan di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta. Gugatan ini berujung pada pembatalan Keputusan Menteri Perhubungan RI KM 54/2023 yang menetapkan lokasi perairan Balikpapan sebagai zona alih muat batu bara antar kapal (Ship to Ship/STS).

Putusan ini disambut haru oleh nelayan yang selama ini merasakan dampak negatif dari aktivitas bongkar muat batu bara. “Kami sangat bergembira dan terharu atas putusan ini. Semoga nelayan selalu mendapatkan keadilan,” ungkap Fadlan, Ketua Gabungan Nelayan Balikpapan (Ganeba).

Read More

Perjuangan Panjang Demi Laut yang Bersih

Perjalanan hukum Pokja Pesisir dimulai sejak 10 Oktober 2024, ketika mereka resmi mendaftarkan gugatan dengan nomor perkara 367/G/2024/PTUN.JKT. Sidang pertama digelar pada 7 November 2024, dan setelah lima bulan proses persidangan, pada 14 Maret 2025, PTUN Jakarta mengeluarkan putusan yang menyatakan:

  1. Menolak seluruh eksepsi tergugat (Menteri Perhubungan).
  2. Menyatakan Keputusan Menteri Perhubungan RI KM 54/2023 batal demi hukum.
  3. Memerintahkan Menteri Perhubungan untuk mencabut keputusan tersebut.
  4. Menghukum tergugat untuk membayar biaya perkara.

Putusan ini menjadi angin segar bagi nelayan Balikpapan, yang selama bertahun-tahun menghadapi berbagai dampak lingkungan akibat aktivitas STS batu bara.

Menurut Direktur Eksekutif Pokja Pesisir, Mappaselle, kemenangan ini adalah langkah awal menuju keadilan ruang bagi nelayan. “Dikabulkannya gugatan ini menjadi syarat utama agar nelayan bisa sejahtera,” ujarnya.

Ancaman STS Batu Bara bagi Nelayan dan Lingkungan

Keputusan Menteri Perhubungan RI KM 54/2023 yang dikeluarkan pada 8 Juni 2023 dinilai bertentangan dengan Peraturan Daerah (Perda) Kalimantan Timur, khususnya Perda Rencana Zonasi Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K) Nomor 2 Tahun 2021 dan Perda Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kalimantan Timur Nomor 1 Tahun 2023. Dalam perda tersebut, perairan Balikpapan seharusnya menjadi kawasan perikanan tangkap, bukan zona industri batu bara.

Selain bertentangan dengan aturan, aktivitas STS batu bara di perairan Balikpapan telah lama merugikan nelayan. Sejak 2017, nelayan sering mengeluhkan hasil tangkapan yang menurun drastis, wilayah tangkap yang semakin sempit, serta meningkatnya risiko kecelakaan laut akibat lalu lintas kapal besar.

“Saat kami turun melaut, harapannya mendapatkan ikan untuk keluarga. Tapi yang kami dapat justru batu bara di dalam jaring,” ungkap salah satu nelayan dengan nada pilu. Kenyataan pahit inilah yang mendorong nelayan melakukan aksi blokade terhadap aktivitas bongkar muat batu bara pada 2018.

Dukungan Luas dan Harapan Masa Depan

Pokja Pesisir tidak berjuang sendiri. Mereka didukung oleh Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) serta masyarakat nelayan Balikpapan. Direktur Eksekutif WALHI Kalimantan Timur, Fathur Rosiqin Fen, menegaskan bahwa kemenangan ini harus menjadi peringatan bagi pemerintah.

“Kedaulatan laut untuk nelayan telah dimenangkan. Pemerintah pusat maupun daerah harus berhenti mengeluarkan izin untuk aktivitas ilegal di zona tangkap nelayan. Selain merugikan nelayan, aktivitas ini merusak ekosistem laut,” tegasnya.

Harapan besar kini tertuju pada Menteri Perhubungan agar tidak menerbitkan izin baru bagi aktivitas bongkar muat batu bara di perairan Balikpapan. “Balikpapan adalah kota yang bebas dari pertambangan, tapi lautnya justru tercemar batu bara. Ini ironi yang harus dihentikan,” tambah Fathur.

Dengan putusan PTUN Jakarta yang memenangkan gugatan Pokja Pesisir, nelayan Balikpapan kini dapat kembali berharap pada laut yang bersih dan lestari. Kemenangan ini bukan hanya soal hukum, tetapi juga perjuangan hidup bagi mereka yang bergantung pada laut sebagai sumber penghidupan. (Tim Redaksi)

Related posts

banner 468x60

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *