Ideanews.co, Berau – Badan Permusyawaratan Kampung (BPK) Pilanjau bersama sejumlah warga mendatangi kantor PT Hamparan Hutan Hijau Mas di Jalan Murjani 3, pada Jumat (09/05/2025).
Kedatangan mereka bertujuan meminta kejelasan terkait data pembagian hasil hutan yang dikelola perusahaan bersama Pemerintah Kampung Pilanjau.
Kunjungan ini didasari oleh adanya berita acara yang ditandatangani pada 22 Januari 2024 antara pihak perusahaan dan Pemerintah Kampung Pilanjau.
Dalam dokumen tersebut disebutkan bahwa kampung akan menerima dana sebesar Rp45 ribu per kubik kayu yang dihasilkan dari pengelolaan hutan. Dana tersebut disalurkan dan dikelola oleh aparatur kampung bersama Kepala Kampung Pilanjau.
Namun hingga saat ini, BPK Pilanjau mengaku tidak pernah menerima data terkait besaran maupun penggunaan dana tersebut. Mereka menduga adanya ketidaktransparansian dari Pemerintah Kampung.
“Kami sudah mendatangi pihak perusahaan di kantornya, namun pimpinannya sedang berada di luar kota. Kami akan kembali berkoordinasi untuk meminta kejelasan data tersebut,” ujar Sekretaris BPK Pilanjau, Miliana.
Menurut Miliana, pihaknya telah melayangkan surat resmi kepada Pemerintah Kampung sejak Januari 2025 guna meminta laporan dana bagi hasil. Namun, surat tersebut tidak kunjung direspons.
“Dari bulan Januari kami sudah bersurat, sampai sekarang tidak ada tanggapan dari pihak pemerintah kampung terkait persoalan bagi hasil ini,” tambahnya.
Miliana juga menyoroti bahwa dalam penyusunan berita acara antara perusahaan dan pemerintah kampung, BPK Pilanjau tidak dilibatkan sama sekali.
“Jangankan masyarakat, kami dari BPK saja tidak diajak terlibat dalam penyusunan berita acara. Padahal dalam poin ketiga disebutkan dana tersebut diserahkan dan diatur oleh aparatur kampung serta kepala kampung. Sementara kami ini juga bagian dari struktur pemerintahan kampung,” tegasnya.
Ia berharap persoalan ini segera diselesaikan dan kepala kampung bersikap lebih terbuka, terutama terkait penggunaan dana yang seharusnya dimanfaatkan untuk kepentingan masyarakat.
“Masyarakat hanya ingin tahu dana tersebut digunakan untuk apa saja. Karena dalam berita acara jelas tertulis dana itu untuk masyarakat, bukan untuk kepentingan pribadi kepala kampung. Kalau atas nama kampung, maka seluruh masyarakat berhak tahu,” tutup Miliana. (Adv)