Ideanews.co, Penajam — Konflik lahan antara masyarakat di empat desa Sotek, Sepan, Bukit Subur, dan Riko dengan PT Belantara Subur terus menjadi perhatian serius DPRD Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU).
Wakil Ketua I DPRD PPU, Syahrudin M Noor, menyatakan pihaknya tengah berupaya membuka ruang dialog dan solusi agar tidak ada pihak yang dirugikan.
Syahrudin mengungkapkan, permasalahan ini bermula dari adanya perizinan yang dikeluarkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup, serta surat pengelolaan hutan yang diterbitkan untuk perusahaan.
Namun di lapangan, sejumlah warga telah terlebih dahulu menggarap lahan yang kini menjadi bagian dari wilayah operasional perusahaan tersebut.
“Ada warga kita yang sudah lama bercocok tanam di lahan itu. Pihak perusahaan sudah menyatakan tidak akan melakukan tindakan yang merugikan seperti meratakan lahan, dan memberi ruang bagi warga untuk tetap bertani. Namun, ada juga kelompok masyarakat yang membentuk kelompok kebun, dan ini masih perlu ditinjau dari sisi legalitas,” kata Syahrudin, Senin (19/5/2025).
Demi memastikan dasar hukum yang kuat bagi aktivitas warga di atas lahan tersebut, DPRD PPU meminta para lurah dan kepala desa dari empat desa yang bersangkutan untuk mengumpulkan data lengkap dalam waktu satu bulan. Langkah ini dinilai penting agar DPRD dapat memahami kondisi faktual di lapangan sebelum mengambil langkah lanjutan.
“Tujuan kami adalah mencari solusi terbaik. Kami menyadari bahwa masyarakat butuh penghidupan, sementara perusahaan juga membawa investasi bagi daerah. Jadi kedua pihak harus mendapatkan keadilan,” tegasnya.
Syahrudin menegaskan bahwa DPRD PPU bersikap netral dan hanya bertindak sebagai penengah. Ia berharap proses penyelesaian konflik ini bisa berjalan dengan mengedepankan aturan dan musyawarah, sehingga tidak menimbulkan dampak sosial maupun ekonomi yang lebih besar.
“Kami ingin masalah ini segera selesai tanpa merugikan salah satu pihak. Kuncinya ada pada keterbukaan data dan itikad baik dari semua pihak,” tutupnya. (Adv)