Ideanews.co, Samarinda – Di tengah tekanan efisiensi anggaran tahun 2025, Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora) Kalimantan Timur mengambil sikap taktis dan berani memangkas kegiatan seremonial yang kerap memakan porsi besar anggaran, dan mengalihkan energi penuh pada program-program pembinaan pemuda yang berdampak langsung.
Bagi Dispora, ini bukan sekadar soal memangkas biaya. Ini soal perubahan cara pandang.
“Bukan soal banyaknya kegiatan, tapi soal seberapa kuat kita hadir untuk kebutuhan mendasar pemuda,” tegas Hasbar, Analis Kebijakan Ahli Muda Dispora Kaltim, saat ditemui Sabtu (28/6/2025).
Menurut Hasbar, pemangkasan kegiatan simbolik bukan hanya karena keterbatasan fiskal. Lebih dari itu, ini adalah momen reflektif untuk menata ulang orientasi pelayanan publik apakah masih sekadar mengejar jumlah atau sudah benar-benar menyentuh esensi kebutuhan pemuda.
“Efisiensi ini bukan hanya soal hemat anggaran. Ini soal keberpihakan pada dampak. Kita harus jujur, apakah acara besar kita selama ini benar-benar membekas, atau hanya jadi ajang dokumentasi?” tukasnya.
Dalam kondisi efisiensi, Dispora Kaltim tetap menjalankan lima program strategis yang dirancang dengan pendekatan substansial, antara lain:
• Penguatan ideologi Pancasila dan moderasi beragama,
• Festival kreativitas pemuda tingkat nasional,
• Pelatihan digital marketing di Kutai Barat dan Paser,
• Sosialisasi pemberdayaan organisasi sosial kepemudaan di 10 kabupaten/kota,
• Forum lintas komunitas untuk membentuk jaringan pemuda tangguh dan toleran.
Total target tahun ini mencakup sekitar 2.200 pemuda, yang dipilih berdasarkan urgensi dan potensi wilayah.
“Kita tidak mau sekadar ramai-ramai. Kita ingin hadir di tempat yang betul-betul butuh kehadiran negara, terutama daerah yang rentan terhadap disinformasi, tekanan ekonomi, hingga paparan ideologi ekstrem,” ujar Hasbar.
Hasbar menegaskan bahwa pemuda hari ini menghadapi tantangan yang jauh lebih kompleks dari generasi sebelumnya. Bukan hanya soal lapangan kerja dan tekanan akademik, tapi juga soal identitas, nilai, dan kemampuan bertahan di tengah dunia yang cepat berubah.
“Kita ingin pemuda Kaltim tidak hanya unggul secara akademik, tapi juga kokoh secara ideologi, paham toleransi, dan punya keterampilan ekonomi. Itu yang jadi prioritas dalam reposisi program kami,” jelasnya.
Perubahan juga terjadi pada metode pelaksanaan kegiatan. Jika sebelumnya didominasi seremoni massal, kini formatnya lebih mengarah ke pelatihan teknis berskala kecil, forum diskusi, dan dialog komunitas yang membangun kepercayaan dan keterlibatan aktif peserta.
“Lebih baik satu pelatihan kecil tapi membekas, daripada satu acara besar yang hilang begitu selesai,” kata Hasbar.
Meski jumlah peserta dalam beberapa program dikurangi, kualitas materi dan narasumber tetap dijaga ketat. Setiap kegiatan disusun dengan lebih selektif, menyasar kelompok-kelompok yang benar-benar membutuhkan.
“Kami tidak ingin kegiatan sekadar jalan. Kami ingin dampaknya terasa, terutama bagi mereka yang jarang mendapat akses pembinaan,” tambahnya.
Reposisi program ini juga merupakan bentuk dukungan Dispora terhadap arahan Gubernur Kaltim yang menekankan efisiensi birokrasi tanpa mengorbankan kualitas pelayanan publik.
“Kami ingin membuktikan bahwa efisiensi bukan alasan untuk mundur. Justru ini tantangan untuk menunjukkan bahwa kita bisa lebih berdampak dengan sumber daya yang terbatas,” pungkas Hasbar. (Adv)








