Ideanews.co, Samarinda – Aksi solidaritas yang digelar pada Jumat, (9/5/2025) dini hari, untuk menolak penggusuran paksa Pasar Subuh Samarinda berakhir dengan ketegangan. Dalam insiden tersebut, Zulfadly Amir, Ketua Umum Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Komisariat FKIP Universitas Mulawarman, menjadi korban kekerasan dari aparat. Ia mengalami lebam serius di bagian mata setelah mendapat pukulan saat berada di barisan depan massa aksi.
Zulfadly bergabung bersama puluhan mahasiswa dan pedagang untuk menyuarakan penolakan terhadap relokasi yang dilakukan secara tiba-tiba oleh Pemerintah Kota Samarinda. Mereka menilai kebijakan tersebut diambil tanpa melibatkan suara masyarakat terdampak. Aksi ini merupakan respon atas surat permintaan personel yang dikeluarkan oleh Satpol PP Samarinda dengan nomor 045/0560/100.15, yang menetapkan pelaksanaan penggusuran pada tanggal 9 Mei 2025, berlokasi di Jalan Yos Sudarso, Karang Mumus.
Dalam orasi mereka, para peserta aksi mengecam penggusuran sebagai tindakan yang mengabaikan hak-hak masyarakat kecil atas ruang hidup. Ketegangan meningkat saat aparat mulai memaksa mundur massa, dan dalam kekacauan itulah Zulfadly ditarik lalu dipukul oleh salah satu aparat keamanan.
“Saya datang sebagai mahasiswa, ingin membantu mereka yang diperlakukan tidak adil. Tapi saya justru dipukul meski tidak melakukan perlawanan. Mata saya lebam karena dihantam. Ini bukti nyata bagaimana kekerasan terjadi di tengah sistem demokrasi,” ungkap Zulfadly setelah menerima perawatan medis.
Ia menegaskan bahwa relokasi paksa dan tindakan represif terhadap mahasiswa menunjukkan ketidakpekaan Pemkot terhadap suara rakyat. “Penggusuran tanpa dialog bukan solusi. Kami akan terus menyuarakan keadilan karena ketidakadilan tak boleh dibiarkan menjadi norma,” tegasnya.
Dalam selebaran aksi yang tersebar di media sosial, tertulis bahwa penggusuran ini mencerminkan pengabaian peran publik dalam proses kebijakan. Aksi turun ke jalan dilakukan setelah berbagai penundaan sebelumnya, namun eksekusi tetap dilakukan tanpa membuka ruang dialog dengan para pedagang.
“Relokasi paksa, intimidasi, dan ketiadaan dialog adalah bentuk kekerasan struktural yang melukai rasa keadilan masyarakat,” tulis pernyataan tersebut.
Sampai saat ini, belum ada pernyataan resmi dari kepolisian mengenai tindakan kekerasan terhadap Zulfadly Amir. (Tim Redaksi)