Ideanews.co, Samarinda – Anggota DPRD Kalimantan Timur, Sapto Setyo Pramono, kembali menyoroti persoalan perlindungan tanah ulayat dan hutan adat yang dinilai masih lemah dan menjadi sumber konflik agraria berkepanjangan di daerah.
Menurut Sapto, konflik yang tengah berlangsung antara Kelompok Tani Sejahtera Bersama dengan PT Budi Duta Agro Makmur merupakan cerminan nyata bagaimana ketidaktegasan pemerintah dalam mengimplementasikan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 1 Tahun 2015 tentang Perlindungan Lahan dan Hutan Adat di Kaltim.
“Peraturan tersebut sudah menjadi payung hukum yang kuat. Namun, tanpa implementasi yang tegas di lapangan, maka potensi konflik dan ketimpangan penguasaan lahan akan terus berulang. Pemerintah daerah harus lebih serius dan proaktif dalam melindungi hak-hak masyarakat adat dan petani yang selama ini menjadi korban,” tegas politisi Partai Golkar itu, Rabu (4/6/2025).
Sapto menambahkan bahwa perlindungan terhadap tanah ulayat dan hutan adat bukan sekadar pengakuan formal, melainkan harus diwujudkan dengan tindakan nyata, termasuk pengawasan ketat terhadap aktivitas perusahaan yang beroperasi di wilayah tersebut agar tidak merugikan masyarakat setempat.
“Kita ingin kehadiran pemerintah benar-benar terasa di lapangan, bukan hanya sebagai pemberi izin atau sekadar administrasi. Pemerintah harus berani menegakkan aturan dan menjamin hak masyarakat adat agar tidak terpinggirkan,” lanjutnya.
Lebih jauh, Sapto juga mengingatkan risiko kriminalisasi terhadap petani dan masyarakat adat yang kerap muncul akibat ketimpangan penguasaan lahan. Hal ini menurutnya harus menjadi perhatian utama agar tidak terjadi ketidakadilan sosial.
“Jangan sampai masyarakat yang mempertahankan hak tanah mereka justru dipersekusi. Pemerintah harus hadir sebagai pelindung, bukan justru menambah penderitaan mereka,” ujarnya.
Di akhir pernyataannya, Sapto menyerukan agar seluruh pemangku kepentingan, mulai dari pemerintah provinsi, aparat hukum, hingga masyarakat adat sendiri, dapat bersinergi secara efektif untuk menciptakan solusi yang berkeadilan.
“Perlindungan tanah adat harus menjadi prioritas bersama. Ini bukan hanya soal hak ulayat, tapi juga soal keadilan sosial dan kelangsungan budaya masyarakat kita,” pungkasnya. (Adv)








